JENEPONTO – Setelah Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mengeluarkan keputusan atas pemecatan Baharuddin Hafid sebagai Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Jeneponto, kini melalui Tim kuasa hukumnya, Law Firm DR Muhammad Nur & Associate, Baharuddin akan menempuh jalur hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Makassar.
Langkah tersebut ditempuh setelah mencermati keputusan DKPP yang dinilai merugikan Baharuddin Hafid, lantaran fakta-fakta yang ada tidak sesuai dengan laporan ke DKPP. Ketua Kuasa Hukum Baharuddin Hafid, DR Muhammad Nur menegaskan pihaknya akan melakukan perlawanan dengan keputusan tersebut hingga tuntas.
“Tentu sebagai kuasa hukum, kita akan melakukan upaya hukum yang ada. Putusan DKPP memang final dan mengikat, tetapi hanya secara internal. Sehingga kita melakukan gugatan lewat PTUN Makassar,” kata Muhammad kepada sejumlah wartawan yang dikutip Kamis (5/11/2020).
Sebab, kata Muhammad Nur, kasus yang dialami Baharuddin Hafid merupakan kasus rumah tangga, karena antara kliennya dengan pelapor merupakan pasangan suami-istri. Bahkan, beber Muhammad, salinan surat pemecatan Baharuddin yang dikeluarkan DKPP belum diterima pihaknya.
Sebelumnya ramai diberitakan, Baharuddin Hafid yang menjabat Ketua Komisi Pemilihan Umum Jeneponto dilaporkan ke DKPP atas dugaan pemerkosaan terhadap seorang perempuan berinisial PD. PD merupakan caleg dari Perindo di Pileg 2019 lalu. PD maju sebagai Caleg DPRD Provinsi Sulawesi Selatan dari Dapil IV.
Keputusan DKPP memecat Baharuddin Hafid, dengan alasan terbukti menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi. Di mana Baharuddin menjanjikan suara kepada PD.
Baharuddin dipecat setelah dianggap terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu dalam perkara nomor 96-PKE-DKPP/IX/2020 dan 104-PKE-DKPP/X/2020.
Fakta tersebut didukung alat bukti berupa dokumen tangkapan layar percakapan via WhatsApp antara Baharuddin dan PD. Baharuddin berjanji akan menambah perolehan suara dengan jaringan yang dimiliki PD.
Meski janji tersebut tidak terealisasi, namun hal ini membuktikan adanya niatan untuk menambah perolehan suara sang caleg yang tidak dibenarkan oleh etika dan hukum. Perbuatan itu dianggap DKPP telah meruntuhkan kepercayaan publik terhadap profesionalitas kerja.(*)
Reporter: Akbar
Editor: M. Yanudin